Sesudah itu Simson jatuh cinta kepada seorang perempuan dari lembah Sorek yang namanya Delila.
Bacaan Alkitab Setahun : Mazmur 37; Kisah Para Rasul 9; Keluaran 23-24
Berbeda dengan kisah cinta Rut yang tulus kepada sang mertua Naomi, cinta Simson dipenuhi dengan hawa nafsu kedagingan. Jika cinta Rut membawanya sebagai garis keturunan langsung sang Juru Selamat, cinta Simson membawanya kepada kebinasaan.
Dunia ini berkata bahwa cinta itu buta, hal ini benar jika dikaitkan dengan hawa nafsu. Seperti Simson, karena hawa nafsunya ia tidak lagi mendengarkan nasihat kedua orangtuanya (Hak 14:3). Ia hanya tahu apa yang ia “sukai”, dan sama sekali tidak mempertimbangkan apa yang Tuhan “sukai”.
Belajar dari kisah Simson, ada sebuah perbedaan mencolok dari cinta hawa nafsu dan cinta tulus yang dimiliki Rut. Cinta Simson bersifat egois, ia hanya mementingkan diri sendiri. Ia hanya memikirkan apa yang menyenangkan dirinya. Tapi Rut sebaliknya, ia berkorban bagi Naomi. Karena kasihnya yang tulus, ia rela meninggalkan kaum keluarganya. Rut pun taat dan dengar-dengaran terhadap setiap nasihat yang diberikan Naomi.
Akhir kedua tokoh Alkitab ini juga jauh berbeda. Simson sekalipun pada akhirnya menyadari kesalahannya, namun ia sudah dalam keadaan buta, menjadi budak, dan kehilangan kekuatannya. Sekalipun pada akhirnya Tuhan memberikan kekuatan kembali kepadanya, ia mati dalam kondisi yang menyedihkan.
Bagaimana dengan Rut? Dia mendapatkan seorang suami yang mengasihinya dan juga terpandang di bangsa Israel. Namanya juga selalu disebut sebagai nenek moyang Yesus Kristus.
Hari ini mari kita ingat baik-baik nasihat Rasul Petrus ini, “Hiduplah sebagai anak-anak yang taat dan jangan turuti hawa nafsu yang menguasai kamu pada waktu kebodohanmu,tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu,” (1 Petrus 1:14-15).
Kasih Ilahi tidak akan membuat kita buta, namun tercelik sehingga bisa melihat dalam terang kebenaran. Hawa nafsulah yang membutakan kita.